Skip to main content

PENILAIAN KINERJA GURU DAN KEPALA SEKOLAH


PENILAIAN KINERJA GURU DAN KEPALA SEKOLAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah
Supervisi Pendidikan

Dosen Pembimbing :
Aguswan Khotibul Umam, S.Ag, MA.



Disusun Oleh :
Ardi Kismawan           (1501010244)
Jurusan: Pendidikan Agama Islam
Fakultas /Kelas: FTIK / A
Semester: IV (Empat)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO
TAHUN 2017



PEMBAHASAN
A.    Penilaian Kerja Yang Baik
Pada dasarnya penlaian kerja ada tiga macam, yakni penilaian unjuk kerja organisasi, penilaian akan proses, dan penilaian terhadap pekerja.
Pentingnya penilaian kinerja guru dan kepala sekolah ini dirasakan antara laian karena sistem penilaian lama dirasa kurang memadai sehingga kurang memuaskan dan adanya kebutuhan akan sistem baru yang dapat membedakan antara guru/kepala sekolah yang berkinerja baik dan yang kurang baik, bahkan buruk. Jadi pada intinya sistem pemnilaian kinerja yang baik adalah sistem yang mempunyai daya beda memadai dan objyektif.[1]
Secara umum hasil penilaian kinerja standar-standar yang digunakan dalam penilaian kerja dapat digunakan untuk keperluan-keperluan :
-          Perekrutan guru dan kepala sekolah
-          Kenaikan pangkat
-          Umpan balik bagi guru/kepala sekolah
-          Penetapan gaji dan bonus kerja
-          Pelatihan dan pengembangan guru dan kepala sekolah
Sayangnya yang banyak terjadi sekarang adalah suatu sistem managemen sumber daya guru yang belum terpadi, dalam arti belum menyelaraskan antara acuan-acuan yang dipatokkan dalam penilaian kerja dengan sistem pengangkatan guru, pengangkatan/promosi kepala sekolah, penentuan naik pangkat, sistem penggajian, dan sebagainya.
Penerapan suatu sistem penilaian kerja guru dan kepala sekolah yang baru berarti mengubah atau mengganti cara lama yang sudah berpuluh puluh tahun diberlakukan. Ini bukan lah hal yang mudah dan kemungkinan besar akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi yang haru melaksanakan penilaian (Dinas Depdiknas, Kepala Sekolah, BP3, dan sebagainya) dan pihak yang dinilai (guru & kepala sekolah). Keresahan keresahan yang akan tibul itu sebenarnya wajar, sebagaimana juga banyak terjadi dalam organisasi-organisasi perusahaan, segala perubahan terutama perubahan besar akan menimbulkan penolakan terutama bagi pekerja yang sudah tua. Keresahan akan cara penilaian yang baru disebabkan oleh:
a.       Ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui. Cara penilaian guru dan kepala sekolah yang baru dan tidak disosialisasikan dengan baik akan menimbulkan penolakan. Ketakutan juga timbul bila guru dan kepala sekolah tidak paham akan keuntungan dari diberlakukannya sistem penilaian baru.
b.      Ketakutan kehilangan jabatan. Penilaian baru yang acuanya adalah kompetensi kerja akan dapat menilai apakah tahun ini guru/kepala sekolah sudah bekerja dengan baik atau belum dan bagaimana konsekuensi terhadap statusnya sekarang, serta gajinya.
c.       Ketakutan kehilangan pekerjaan yang “empuk”, menyenangkan , dan sebagainya guriu dan kepala sekolah yang dinilai tidak trampil dan tidak  mampu akan di gantikan oleh guru laian yang dianggap mampu.
Dalam sistem pendidikan yang telah mengikutsertakan masyarakat dalam menentukan kebijakan yang akan diambil oleh sekolah (Community Based Education ), maka BP3 (yang terdiri atas wakil orang tua dan masyarakat) akan lebih mempunyai kekuasaan untuk menentukan/menilai baik tidaknya kinerja guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem penilaian standar, obyektif, adil, dan mudah dikerjakan.[2]
      Penilaian pekerjaan seringkali dipandang sebelah mata oleh guru dan kepala sekolah dan hanya dipandang penting apabila berkenaan langsung dengan kenaikan pangkat dan gaji. Penilaian kerja juga bisa dilakuakan “on the spot” artinya diisi oleh kepala sekolah tanpa mempunyai rekaman kerja guru-gurunya selama setahun kemarin. Bila dasar penilaian hanya DP3 maka penilaian ini amat subyektif dan acapkali tidak berkorelasi dengan keterampilan dan kemampuan guru mengajar dikelas, memahami cara mendidik dan memahami perkembangan psikologis peserta didiknya .
Karena subyektivitas yang ada pada sistem /lembaran penilaian (beserta dimensi yang diukur) maka sering muncul antipasti terhadap bentuk-bentuk penilaian kerja ini. Faktor-faktor yang biasanya mempengaruhi rasa antipasti tersebut antara lain:
a.       Kurangnya rasa “memiliki” sekolah baik oleh guru maupun kepala sekolah sendiri. Hal ini mengakibatkan mereka kurang acuh terhadap kualitas kerja yang dihasilkannya.
b.      Kesungkanan pihak penilai untuk menyatakan, “berita buruk” kepada yang dinilai. Umumnya hasil penilaian yang tidak baik akan ditanggapi dengan negative, dan justru tidak dipakai sebagai masukan yang berguna.
c.       Tidak adanya hubungan antara “bekerja dengan baik” dengan hadiah yang diterima (gaji, THR, bonus lain)
Disadarinya adanya faktor-faktor yang menyebabkan guru dan kepala sekolah antipasti terhadap bentuk-bentuk penilaian kerja, maka hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaan penilaian kerja harus diketahui. [3]
Grote (1996) menyatakan bahwa penilaian kerja bukanlah aktivitas yang dilakukan sekali dengan setahun, akan tetpai terus menerus selama orang yang dinilai masih bekerja dalam situasi tersebut. Pendangan Grote ini digambarkan sebagai berikut.[4]


B.     Proses Penilaian Kinerja dalam Setahun
Apabila terdapat kesalahan yang dilakukan oleh guru/kepala sekolah makan penilai dapat melakukan bimbingan dan konseling. Yang perlu dicatat adalah kesalahan tersebut dalam hal apa, intensitasnya menjadi pertimbangan penilaian di akhir tahun.
Penilaian kerja dilakukan melalui tahapan tahapan tertentu. Bila diasumsikan bahwa kita akan membuat suatu sistem penilaian kerja yang baru untuk guru dan kepala sekolah, maka tahapannya adalah sebagai berikut:
Setiap penilaian kerja yang baik akan bertolak dari apa misi dari sekolah, karena misi inilah yang harus dicapai oleh setiap individu di sekolah, karena misi inilah yang harus dicapai oleh setiap individu disekolah dalam mendidik siswa (yaitu guru, kepala sekolah, karyawan lepas dan sebagainya) oleh sebab itu setiap individu pegawai yang terlibat di sekolah harus mengetahui dahulu misi sekolahnya itu apa. Dalam era pemberdayaan sekolah, sekolah seyogyanya mempunyai misi khusus yang bisa berlaianan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Meskipun dipayungi oleh satu misi nasional yakni mencerdaskan bangsa Indonesia, namun mengingat di setiap tempat ada kekhususan (missal: daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali adalah daerah wisata), maka sekolah dapat memasukan misi khusus ini sebagai salah satu acuan penilaian kerja. Setelah misi ini dipahami bersama, barulah dilakukan tahapan I sampai dengan V.[5]
 Pada tahap I perlu diketahui kompetensi, keterampilan, dan perilaku apa yang diharapkan dari setiap guru dan kepala sekolah yang dinilai. Karena guru dan kepala sekolah adalah dua jabatan yang berbeda, tentu saja harus ada perbedaan dalam tanggung jawab, sasaran & standar kerjanya. Pada tahap pelaksanaan komitmen guru dan kepala sekolah harus jelas. Dalam proses penilaian selama setahun penilai senantiasa memberikan masukan melalui komunikasi yang terbuka (antara guru dengan penilai) yang data ini semua akam menjadi masukan untuk penilaian utama di akhir tahun.
Penilaian atau rating yang didapat oleh guru/kepsek akan dijadikan acuan baik untuk penyesuaian kompensasi (kenaikan gaji), pengangkatan pegawai baru, dan lain-lain. Hasil penilaian yang diberikan penilai berupa:
a.       Rating numeric (misal: 1,2,3,4,5)
b.      Frekuensi perilaku (misal: selalu, biasanya, kadang-kadang, dan sebagainya)
c.       Evaluatif (misal: sangat amat mampu, amat mampu, mampu, dan sebagainya)
d.      Berdasarkan standar tertentu (missal: jauh melebihi standar, melebihi standar, sesuai standar, dan sebagainya)
Apabila penilaian akhir telah diberikan kepada guru/kepsek dan individual tersebut dapat menerimanya maka pada tahap yang terakhir (tahap V) penilai memutuskan apakah guru/kepsek tersebut layak naik pangkat menerima kenaikan gaji, perlu pengembangan (kursus, pelatihan, dan lain lain), atau sebaliknya. Dengan sistem demikian setiap periode kenaikan pangkat tidak semua guru dan kepsek akan dengan otomatis naik pangkat dan gaji, akan tetapi harus melalui standar prilaku kinerja yang objektif yang dapat membedakan dengan sensitive guru/kepsek yang berkinerja baik/ amat baik dengan yang sedang saja dan buruk. Diharapkan dengan sistem begini, motivasi guru/kepsek akan dapat terangkat sebab usaha yang dilakukan untuk menjadi guru/kepsek yang baik tiada sia-sia.[6]
Dalam memberikan penilaian kerja ada sifatnya objektif dan sunjektif. Penilaian yang objektif maksudnya adalah penilaian yang datanya merupakan data kuantitatif, contoh: absensi guru/kepsek, keterlambatan masuk kerja, jumlah kesalahan yang dibuat. Penilaian subyektif didasarkan pada pertimbangan manusia, misalnya: dari 10 guru diurutkan penilaiannya dari guru yang terbaik ( nomer/ranking 1) sampai yang terburuk (nomor/rangking 10).
Pendekatan dalam penilaian kerja dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1.      Penilaian berfokus pegawai (klasik: berdasarkan cirri sifat)
Penilaian dengan pendekatan ini dianggap kurang canggih karena mengungkap sifat-sifat pegawai yang amat sukar diukur, misalnya loyalitas, motivasi diri, adaptasi keceriaan. Seringkali tidak ada relevansi antara sifat yang diukur dengan pekerjaan yang dilakukan. Pendekatan cirri sifat ini juga mempunyai kemungkinan besar salah dalam member penilaian, karena hal ini yang diukur bersifat konseptual abstrak. Namun demikian penilaian cirri sifat baik untuk memprediksi hasil kinerja manajerial jangka panjang yang membutuhkan probabolitas kesuksesan jangka panjang , dilihat sejak sekarang.
2.      Penilaian berdasarkan perilaku
Pendekatan ini ingin menjawab pertanyaan: guru/kepsek ini mempunyai kemampuan apa? Kemampuan huru/kepsek secara perilaku adan diukur dengan skala Penjangkaran Perilaku. Dari setiap perilaku kerja guru (missal: mengajar, membuat karya tulis, membimbing siswa dan sebagainya) akan ditentukan perilaku apa saja yang dianggap efektif dan mana yang tidak efektif. Setiap jenjang perilaku dari yang efektif dan yang tidak efektif akan dibuat nilai berjenjangdan perilaku kerja guru sehari hari akan diukur sesuai dengan jenjang nilai yang mana pendekatan ini dianggap cukup adil, mempunyaii validitas dan reabilitas tinggi, mendorong pegawai mendiskusikan hasil kerjanya, dan cenderung menghasilkan perbaikan kinerja dengan segera.[7]
3.      Penilaian berdasar hasil yang dicapai.
Pendekatan ini sering jug adisebut dengan Management by Objectives (MBO). Filosofi dari pendekatan ini adalah bahwa antara penilai yang dinilai menerapkan ‘win-win solution’, mendiskusikan hasil kerja yang akan dicapai guru di akhir tahun ( sesuai dengan kemampuan guru) dan reward (hadiah, gaji, dan sebagainya) akan diberikan sesuai dengan pencapaian target yang ditetapkan diawal tahun. Kebaikan dari pendekatan ini adalah adanya peningkatan kerja dalam waktu dekat sistem ini efektif untuk meningkatkan gairah kerja dan komitmen kerja. Namun demikian, penggunaan sistem ini dapat membuat guru/kepsekbekerja semata-mata hanya untuk mendapatkan hasil akhir (gaji dansebagainya)
4.      Penilaian global
Pendekatan ini berbentuk narasi dan merupakan pendekatan yang paling mudah dilakukan. Tidak diperlukan formulir yang rumit dalam mengisi yang ada hanya satu lembar kertas kosong dimana penilai diminta untuk menggambarkan kinerja individu selama setahun yang lalu, yang berisi kekuatan dan kelemahan dari iguru/kepsek yang dinilai. Pendekatan ini paling banyak kelemahannya, antara lain dalam validitas dan rehabilitasnya, mulai menjadi error dalam member nilai dan tidak tersedia data kuamtitatif.[8]
C.    Butir butir yang diperlukan untuk menilai kinerja secara obyektif
Dalam mengembangkan suatu penilaian yang baik perlu di pentuk tim yang akan mengimplementasikan penilaian kerja ini yang seyogyanya terdiri atas unsure guru, kepala sekolah, dan pejabat Depdiknas yang terkait. Tim multi unsure ini juga yang nantinya akan memberikan sosilisasi tentang apa saja aspek aspek dari pekerjaan guru atau kepelasa sekolah yang akan dinilai. Adanya perwakilan dari bermacam unsur juga membantu keterbuakaan komunikasi antara unsur dan antara pihak penilaidengan pihak yang dinilai. Untuk menilai hasil usaha kinerja seseorang, kita harus menjawab pertanyaan berikut ini: (a) apa lingkup tanggung jawab guru atau kepala sekolah ( accountabilities)? (b) dalam lingkup tanggung jawab tersebut, sasaran apa yang akan dicapai oleh guru guru atau kepala sekolah (objectives) dan (c) membedakan antara kerja yang bagaimana yang diukur dan bagai mana caranya membedakan antara kinerja bagus dan buruk . pada pelaksanaan penilaian, lingkup tanggung jawab, sasaran kinerja nilai yang didapat dan  dimensi atau aspek apa yang di nilai/diukur harus tercantum dalam lembar lembar penilaian.[9]
Lingkup tanggung jawab adalah area dalam pekerjaan yang dapat berubah dari tahun ke tahun. Sumber dari lingkup tanggung jawab guru umumnya sudah dari Depdiknas. Namun perlu diingat bahwa dengan perubahan jaman lingkup tanggung jawab guru juga dalat berubah. Misalnya, dalam era teknologi informasi sekarang ini banyak siswa yang menu tut untuk dapat menggunakan komputer dengan program programnya yang makkn canggih. Apabila sekolah/ pemerintah dapat mengadakan hardware   dan software komputer, maka secara tidak langsung guru mempunyai  tanggung jawab untuk dapat menguasai teknologi ini dan mengajarkannya kepada siswa, dan kepala sekolah mempunyai tanggung jawab bagaimana peratan itu selalu dalam keadaan optimal agr dapat di gunakan sebagai alat bantu ajar termoderen sekarng ini. Jadi jelas lingkup tanggung jawab pada dua profezi di atas berbeda, di mana guru tanggung jawabnya lebih pada pengajaran dan kepala sekolah pada segi manajerial.
Contoh dari ruang lingkup tanggung jawab guru adalah:
1.      Mengajar
2.      Membuat karya tulis sesuai dengan bidangnya.
3.      Membimbing siswa yang mengalami kesukaran  belajar.
4.      Dan lain lain.
Sasaran adalah tujuan kerja yang hendak dicapai pada tahun itu. Ada dua macam sasaran yakni sasaran kerja yang merupakan sasaran dari sekolah secara umum dan sasaran individual guru dan kepala sekolah. Sasaran individual lebih terfokus pada apa yang harus dilakukan dan dipelajari untuk memperbaiki kinerja. Sasaran individu harus nyata, dapat diukur, ada terget waktu kapan harus tercapai, singkat , tegas dan terpusat pada hasil yang spesifik.[10]
Contoh dari sasaran individual (seorang wali kelas)
Di akhir tahun ajaran beberapa sasaran di bawah ini akan dicapai
1.      Jumlah siswa di kelasnya yang mendapat nilai kurang dari 6 pada mata pelajaran untama turun 10 % dari tahun lalu.
2.      Jumlah siswa yang mengajukan proposal karya ilmiah naik dari tahun lalu.
3.      Jumlah hari absen nol pada tahun ini
4.      Dan lain lain.
Contoh sasaran inidividual kepala sekolah
1.      Jumlah siswa yang NEM nya < 45 turun 5%
2.      Jumlah siswa yang NEM nya >= 48 naik 5%
3.      Jumlah proposal karya ilmiyah yang masuk final tingkat kabupaten naik 5%.
4.      Dan lain-lain.
Dengan target waktu pencapaian yang jelas dan kuantifikasi hasil yang akan dicapai juga jelas, maka di akhir tahun ajaran kinerja guru atau kepala sekolah tercapai atau amat tercapai akan terlihat dengan jelas. Bila terjadi kegagalan pencapaian juga akan mudah dilihat sasaran mana yang belum tercapai, sebabnya apa dan bagaimana meningkatkannya di tahun yang akan datang.[11]
Selain dari lingkup tanggung jawab dan sasaran kinerja yang harus dipunyai oleh setiap guru atau kepala sekolah, ada sekumpulan faktor yang harus dinilai bagi seluruh personil di sekolah. Kumpulan faktor ini disebut Faktor Kinerja atau Kompetensi. Di organisasi bisnis, kompetensi ini dianggap begitu penting karena menecerminkan roh dari organisasi tersebut di mana setiap pekerjaannya harus mempunyai roh yang sama dengan roh perusahaan. Misalnya di perusahaan minuman soft drink Coca-cola. Faktor kinerja yang dipakai adalah sebagai berikut:
1.      Komunikasi
2.      Pengetahuan tentang pekerjaan
3.      Pemecahan masalah
4.      Pengambilan keputusan.
5.      Hubungan kerja
6.      Kepemimpinan/ pengembangan bawahan
7.      Perencanaan, pengorganisasian & pendelegasian.


D.    Riviu dan Pengembangan Guru/Kepsek
Telah dinyatakan dimuka bahwa bimbingan keada bawahan (dalam hal ini kepala sekolah dan guru) harus dilakukan setiap saat, dan bukan hanya pada hari dilakukannya penilaian. Harap dimaklumi bahwa hasil penilaian guru dapat berubah setiap tahun tidak semua fakta kinerja dapat diperoleh  dan orang biasanya ingin tahu apa yang dipikirkan atasan tentang hasil kerjanya setahun terakhir ini. Pada sekolah yang mengaitkan hasil kinerja dengan kenaikan gaji atau bonus, hari riviu/hari penilaian merupakan hari yang ditunggu oleh guru. Apabila hasil kinerja terkait dengan gaji dan bonus, maka guru atu kepala sekolah harus mengerti betul minimum nilai seperti apa yang akan menerima kenaikan gaji (dan hadiah lain) dan berapa besar kenaikannya (umumnya dalam %). Misalnya, hanya kinerja yang nilainya minimal memuaskan akan menerima kenaikan gaji sebsar 10 %.
Riviu penilaian kinerja adalah pertemuan antara penilai dengan yang dinilai untuk membicarakan pecapaian kinerja dari pihak yang dinilai. Pada saat ini berarti kepala sekolah sebagai pihak penilai harus mempersiapkan formulir formulir penilaian yang telah diisi dengan seksama, menetapkan hari, tanggal, jam, serta tempat penilaian. Karena ini hari penting bagi kedua belah pihak dan bagi sekolah, sebaiknya riviu ini dilakukan dengan serius. Pihak penilai perlu menyadari bahwa kadang-kadang ada guru atau kepala sekolah yang gagal bekerja dengan baik pada suatu tahun sehingga nilainya buruk untuk tahun itu. Dalam keadaan seperti ini biasanya atasan sungkan untuk menghadapi pegawainya, apalagi ila beda hubungan emosional antara penilai dengan yang dinilai.[12]


Pihak panilai juga perlu mengantisipasi bahwa respon dari guru/kepsek atas penilaian itu dapat beragam, antara lain yang disebut dengan fight (tidak menerima, marah, menyanggah, dsb) atau flight (melengos, sinis, dan lain lain). Dalam mendiskusikan hasil kerja guru atau kepala sekolah selama setahun, penilai dapat mmakai model seperti dibawah.[13]






















KESIMPULAN DAN SARAN
Penilaian kerja bukanlah aktivitas yang dilakukan sekali dengan setahun, akan tetpai terus menerus selama orang yang dinilai masih bekerja dalam situasi tersebut. Dalam memberikan penilaian kerja ada sifatnya objektif dan sunjektif. Penilaian yang objektif maksudnya adalah penilaian yang datanya merupakan data kuantitatif, contoh: absensi guru/kepsek, keterlambatan masuk kerja, jumlah kesalahan yang dibuat.
Faktor kinerja yang dipakai adalah sebagai berikut: Komunikasi, Pengetahuan tentang pekerjaan, Pemecahan masalah, Pengambilan keputusan, Hubungan kerja, Kepemimpinan/ pengembangan bawahan, Perencanaan, pengorganisasian & pendelegasian. Riviu penilaian kinerja adalah pertemuan antara penilai dengan yang dinilai untuk membicarakan pecapaian kinerja dari pihak yang dinilai.


1.      Sebagai supervisor hendaknya lebih teliti dan adil dalam memberikan pengawasan, agar potensi yang dimiliki dan penghargaan yang di berikan menjadi sesuai.
2.      Supervisor hendaknya dapat mengantisipasi berbagai tanggapan atas penilaian yang diberikan.
3.      Sebagai guru dan kepala sekolah hendaknya memiliki kesadaran dalam dirinya untuk mengoptimalkan kinerjanya.





REFERENSI


[1] Firdaus, Taufiq Dahlan, dkk, Model-Model Pelatihan Bagi Pengawas Sekolah, Jakarta :  Departemen Agama RI, Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Madarasah, 2006, h 50
[2] Ibid, h 51
[3] Ibid, h 52
[4] Firdaus, Taufiq Dahlan, dkk, Model-Model Pelatihan Bagi Pengawas Sekolah, Jakarta :  Departemen Agama RI, Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Madarasah, 2006, h 53
[5] ibid
[6] Ibid, h 54
[7] Ibid, h 56
[8] Ibid, h 56-57
[9]  Ibid, h 57
[10] Ibid
[11] Ibid, h 58
[12] Ibid, h 59
[13] Ibid,

Comments

Popular posts from this blog

Cara Menggunakan Fitur Hashtag di WhatsApp

Assalamu'allaikum... Apa kabar ni Great Tricker...  yup. kali ini saya akan berbagi trick menggunakan hastag di whatsapp. sebenarnya ini bukan hastag yang sebenarnya. tetapi saya rasa cara kerjanya sama. karena saya sudah mengirim email kepada developer whatsapp namun belum juga di respon, maka saya menggunakan cara saya sendiri. hehe Dari sejarahnya hashtag bermula dari media sosial ternama, yaitu twitter.  Hastag di indonesia memiliki istilah Tagar , yaitu lakuran dari kata tag dan pagar. Tanda tagar adalah tanda pagar (symbol ‘#’ ) yang diletakkan di awal kata atau frasa yang diketikkan pada jejaring sosial. Ini adalah bentuk metadata tag. Pesan singkat di microblogging layanan jejaring sosial seperti Twitter, Tout, identi.ca, Tumblr, Instagram, Flickr, Google + atau Facebook dapat ditandai dengan menempatkan "#" sebelum kata-kata penting, Tagar menyediakan cara untuk mengelompokkan pesan tersebut, karena orang dapat mencari tagar dan mendap

MARCONI UNION WEIGHTLESS – LAGU YANG BIKIN KAMU RILEKS

MARCONI UNION WEIGHTLESS – LAGU YANG BIKIN KAMU RILEKS Terapi suara telah digunakan sejak ribuan tahun lalu untuk membuat orang merasa rileks. Musik sebagai wujud budaya juga digunakan sebagai terapi penyembuh sejak lama. Musik tidak hanya merangsang bagian otak yang berkaitan dengan suara. Musik mampu menembus bagian otak yang lebih dalam termasuk yang berhubungan dengan emosi. Demikian halnya dengan lagu. Salah satu bentuk kesenian tersebut dianggap ringan dan ideal untuk menimbulkan suasana santai. Karena hal inilah lagu kerap dijadikan media relaksasi.  Sebagai contoh, ketika kita mendengarkan music slow yang dimainkan oleh teman kita saji kita sudah merasa nyaman. Ditambah lagi jika yang memainkan adalah orang teristimewa bagi kita. Waahh. Mengapa harus lagu Weightless? Diantara sekian banyak lagu yang menimbulkan efek rileks, lagu Weightless dianggap sebagai lagu paling santai. Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan penelitian Mindlab International. Studi tentang

MENGUAP JANGAN SAMBIL KEPALA NUNDUK.

Assalamuallaikum.. Pada kesempatan kali ini kita akan bahas mengenai menguap. Menguap disini bukan berarti menguap dalam hal perubahan wujud suatu zat. ya.. menguap dini maksudnya ialah menghirup dan mengeluarkan angin dari mulut dikarenakan mengantuk atau faktor kurang oksigen di otak.  Biasanya karena terlampau rasa mengantuk maka rasanya begitu nikmat ketika menguap itu... tapi hati hati ya kawan ketika menguap tentu kita harus menggunakan etika. dalam islam pun di bahas bahwasanya menguap itu ada etikanya. Untuk saat ini kita ambil dari pengalaman saya pribadi.  K etika menguap jangan sekali kali sambil menundukan kepala. kenapa? K arena ketika kita menundukan kepala, tenggorokan (saluran pernafasan di bagian leher) akan terjadi penciutan rongga. bersamaan dengan itu menguap membutuhkan rongga yang longgar dan lancar. saat itu saya menguap dalam keadaan Menunduk.  dan apa yang terjadi??? tentu saja. tenggorokannya KECETIT (cari tau sendiri apa arti