BAB
9
QIRA’AT
DAN RASM AL-QURAN
A.
PENGERTIAN
QIRA’AT
Yaitu bentuk jamak
dari qira’ah yang di ambil dari kata قرا yang berarti menghimpun atau membaca.
Sedangkan menurut terminologi qira’ah adalah perbedaan lafadz-lafadz wahyu yang
disebutkan (al-quran) dalam penulisan
huruf, atau cara mengucapkan lafadz-lafadz alquran seperti ringan dan berat
serta lainnya. Sebagian ulama mendefinisikan qira’ah sebagai “ilmu tentang
pengucapan kalimat-kalimat al-quran dengan berbagai macam variasinya dengan
cara menyandarkan kepada penutur asal dan aslinya secara mutawatir.
Menurut ali
ash-shabuni qira’at adalah salah satu madzhab dari bebrapa madzhab artikulasi
(kosa kata) alquran yang dipilih oleh salah seorang imam qira’at yang berbeda
dengan madzhab lainnya serta berdasarkan pada sanad yang bersambung hingga
rasulullah saw.
Qira’at bukan ciptaan
imam qira’at tapi ia datang dari rasulullah saw. Diturunkan bersamaan dengan
turunya al quran, artinya qira’ah itu termasuk dalam alquran.
B.
Perbedaan sab’atu ahruf dengan qiraah tujuh
Secara istilah para
ulama berbeda berpendapat dalam mendefinisikan istilah sab’atu ahruf,
diantaranya adalah:
1.
Sebagian
ulama, yang dimaksud adalah, tujuh bahasa dari bahasa – bahasa yang terkenal
dari kalangan bangsa arab, tapi maknanya
tidak berbeda. Yaitu quraisy, hudzayl, saqif, hawazin, kinanah, tamim dan
yaman.
2.
Pendapat
kedua menyatakan, yang dimaksud adalah bahwa lafadz-lafadz yang terdapat dalam
Al-quran tidak terlepas dari tujuh bahasa yang terkenal di kalangan bangsa
arab. Dalam hal ini, bahasa Quraisy lebih dominan, sementara bahasa lainnya,
yaitu hudzayl, saqif, hawazin, kinanah, tanim, dan yaman.
3.
Sekelompok
ulama menyatakn bahwa yang dimaksud tujuh aspek tersebut yaitu; muhkam,
mutasyabih, nasikh, mansukh, khash (khusus), am (umum). Dan qashash.
4.
Ulama
lain diantaranya imam abu al-fadhal ar-razi mengatakan yang dimaksud adalah
bahwa keragaman lafazh atau kalimat yang terdapat dalam Al-Quran itu tidak
terlepas dari tujuh hal berikut:
a.
Keragaman
yang berkenaan dengan isim (kata benda)
b.
Keragaman
yang berkenaan dengan bentuk katakerja atau fi’il madhi, mudhari, dan fi’il
amar.
c.
Keragaman
dalam bentuk ibdal (mengganti) huruf dengan huruf lain.
d.
Keragaman
dalam bentuk taqdim (mendahulukan) dan ta’khir (mengakhirkan)
e.
Keragaman
dalam segi i’rab yaitu kedudukan atau status suatu kata tertentu dalam suatu
jumlah,
f.
Keragaman
dalam bentuk pembahasan atau pengurangan kata.
g.
Keragaman
yang berkenaan dengan lahjah (dialek) seperti izd-har, idhgham, tafkhim,
tarqiq, imalah dan lain lain
ibnu mujahid
menyimpulkan bahwa hanya ada tujuh macam qira’ah yang dianggap memenuhi syarat
dan layak diterima sebagai qira’ah al-quran. Yaitu qira’ah yang dipopulerkan
oleh tujuh orang imam yaitu imam Nafi, ibnu katsir,abu amr, ibnu amir, ashim,
hamzah, dan kisa’i.
Para ulam sepakat
bahwa qira’ah maqbulah (yang bisa diterima) harus memenuhi tiga syarat yaitu:
(a) harus sesuai dengan kaidah bahasa arab; (b) sesuai denga salah satu rasm utsmani dan (c) bersumber dari rasul saw
secara mutawatir.
C.
Klasifikasi
Qira’ah
Qira’ah di
klasifikasikan menjadi enam macam.
1.
Qira’ah
mutawatirah, yaitu qira’ah yan diriwayatkan oleh banyak perawi yang tidak
mungkin yang tidak mungkin melakukan dusta hingga sampai rawi paling atas
(rasulullah saw)
2.
Qiraah
masyhurah yaitu qira’ah yang sanadnya sahih, tapi tidak mencapai derajat
mutawatir.
3.
Qira’at
ahad yaitu qira’ah yang sanadnya sahih, tapi menyalahi salah satu rasm utsmani.
4.
Qira’ah
syadzadzah, yaitu qira’ah yang tidak shahih sanadnya, walaupun sesuai dengan
kaidah bahasa arab dan rasm utsmani.
Hukum
Qira’at ini adalah:
a.
Haram
dipakai dan tidak sah shalat yang menggunakan qira’ah ini, karena ia bukan termasuk
bagian dari bacaan Al-Quran.
b.
Sebagian
besar fuqaha, termasuk imam syafi’i, berpendapat tidak boleh berhijah dengan
qira’ah ini. Tapi menurut madhab hanafi dibolehkan berhi=ujah dengan qira’ah
ini dalam masalah hukum, karena termasuk dalam tafsir.
c.
Berhujah
dengan masalah bahasa dibolehkan dengan menggunakan qira’ah ini.
5.
Qira;ah
mudrajah, yaitu kata kalimat yang ditambahkan atau di selipkan pada ayat al
quran.
6.
Qira’ah
maudhu’ah, yaitu qiraah yang tidak bersumber dari nabi, hanya maerupakan buatan
seseorang.
D.
Imam
Qira’ah Tujuh dan Sepuluh
Ibnu
Mujahid (w.324 H) telah erumuskan tujuh imam muqri yang kemudian dikenal dengan
qurra as-sab.
Imam
Nasi (nafi al-madani abdurrahman bin abi nuaim abu ruwaim). Lahir tahun 70 H
dan meninggal tahun 169 H. Perawinya yang terkenal adalah
1.
Qalun
(abu musa isa bin mina az-zarqa), penguasa bani zahrah
2.
Warsy
(ustman bin sa’id al-qibthi al-mitshri, pengusa quraisy
Ibnu katsir (abdullah
abu ma’bad al- athar ad-dari al-farisi al-maliki. Perawinya yang terkenal
adalah
1.
Al-bazzi
(ahmad bin muhammad bin abdullah abu al-hasan al-bazzi), dia seorang qari di
makkah dan muadzin di masjid al-haram.
2.
Qunbul
(muhammad bin abdurrahmanal-makhzumi abu umar al-makki)
Abu amr bin al-ala,
(zabban bin al-ala at-tamimi al-mazani al-bashari) perawinya yang terkenal
adalah:
1.
Ad-duri
(hafsh bin umar abu umar al-azdi al baghdadi an-nahwi adh dharir.
2.
As-susi
(shaleh bin ziad abu syuaib as-susi ar-ruqi).
Ibnu amir ad-dimasyqi
(abdullah abu imran al-yahshabi) perawinya yang terkenal adalah:
1.
Hisyam
bin ammar
2.
Ibnu
dzakwan
Ashim bin abi
an-nujud al-kufi (abu bakar ibnu bahdalah al-hannath, penguasa bani as’ad. Dua
perawinya yang terkenal adalah.
1.
Syubah
2.
Hafsh
bin sulaiman
Hamzah bin habib
az-zayyat (abu imarah al-kufi at-tami) perawinya yang terkenal adalah:
1.
Khalaf
bin hisyam (abu muahammad al-asadi albazzar al baqdadi )
2.
Khallad
(abu iasa bin khalid asy syaibani asy-shahirafi al-kufi.
Al-kisa’i (abu
ao-hasan ali bin hamzah, berdarah persia-iran. Dan menjadi imam di kufah di
dalam bahasa arab. Perawinya yang terkenal adalah:
1.
Abu
haris
2.
Ad-duri
Kemudian para umlam
melakukan kajian terhadap qurra dan berhasil menemukan tiga imam lagi yang disinyalir
memnuhi syarat syarat mutawatir. Tiga imam tersebut adalah:
Abu ja’far (yazid bin al-qa’qa al-makhzumi al-madani al-qari) adapun
perawinya yang terkenal adalah:
1.
Isa
bin wirdan (abu al-haris al-madani al-hidzai)
2.
Ibnu
jammaz (sulaiman bin muslim bin jammaz abu ar-rabi az-zauhri al madani)
Khalaf bin Hisyam Al
bazzar (abu muhammad al-asadi al-bazzar al bagdadi) adapun perawinya yang terkenal adalah:
1.
Ihas
al-warraq
2.
Idris
al-haddad
E.
Pengertian
Rasm Al-Quran
Secara bahasa berarti
gambaran atau tulisan. Secara istilah rasm AL-Quran adalah tata cara menuliskan
huruf dan kalimat Al-Quran sesuai dengan metode yang ditetapkan dalam mushaf
utsmani pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Istilah rasm alquran juga
diartikan sebagai pola penulisan al-quran yang digunakan Utsman bin affan dan
Empat sahabat ketika menulis dan membukukan al-quran.
Rasm utsmani, yaitu
penulisan Al-Quran yang telah disetujuioleh utsman bin affan yang berjumlah 5
atau 6 buah (ulama berbeda pendapat tentang jumlah mushaf tersebut). Pada dasarnya
modeldan pola penulisan ini bersumber pada tulisan yang dilakukan pada penulis
wahyu pada masa rasulullah saw. Dan berdasarkan bimbingannya. Jadi bukan hasil
rekayasa.
Penulisan
alquran berdasarkan petunjuk wahyu (tauqifi) atau berdasarkan ijtihad, para
ulam berbeda pendapat dalm masalah ini.
1.
Jumhur
ulama berpendapat, bahwa pola penulisan alquran dalam mushaf utsmani bersifat
tauqifi. Dengan alasan:
a.
Penulisan
alquran dilakukan oleh para juru tulis wahyu di hadapan nabi saw.
b.
Penulisan
alquran seperti ini berlanjut pada masa abu bakar dan juga pada masa utsman bin
affan, dampai pada masa tabi’in dan tabi’ut tabi’in. (penulisan merupakan ijma
para sahabat)
2.
Sebagian
ulam aberpendapat, bahawa pola penulisan alquran dalam mushaf utsmani merupakan
hasil ijtihad para sahabat nabi, tidak bersifat tauqifi.
F.
Kaidah
Rasm Utsmani
1.
Al-hadzfu
(membuang huruf)
Contohnya
a.
Membuang
huruf alif, jika terdapat pada jama’ mudzakkar alim yang berulang minimal dua
kali. Dan sesudah alif tidak terdapat tasyid atau hamzah.
b.
Memebuang
huruf wawu yang berbentuk mufrad.
c.
Membuang
huruf ya apabula terletak lam fi’il.
d.
Membuang
salah satu dari dua huruf lam.
e.
Membuang
huruf nun kedua dari nun ganda.
2.
Az-ziyadah
(tambahan huruf)
Kaidah
ini meliputi penambahan huruf alif , wawu, dan ya. Contohnya:
a.
Seluruh
ulama perawi rasm utsmani sepakat memberi tambahan alif sesudah wawu pada
fi’il.
b.
Menambah
huruf wawu.
c.
Menambah
huruf ya.
3.
Al-badal
(penggantian huruf dengan huruf lain) Seperti mengganti huruf alif dengan hruf
wawu.
4.
Al-fasl
dan al-washl, yaitu menggabungkan suatu lafadz
dengan lafadz lain yang mestinya dipisahkan, dan sebaliknya.
5.
Dua
Qira’at yang berbeda dapat ditulis dalam bentuk yang sama.
G.
Jumlah
Mushaf Utsmani
Ulama berbeda
pendapat, ada pendapat 4,5,6, dan 7 mushaf. Pendapat yang paling rajih adalah 6
mushaf. Yang satu persatu dikirim ke bashrah, kufah, syam, makkah, madinah, dan
satu di simpan utsman sendiri di madinah.
H.
Faidah
Rasm Utsmani
a.
Memlihara
dan melestarikan penulisan alquran sesuai dengan pola penulisan al-quran pada
awal penulisan dan pembukuannya
b.
Memberi
kemungkinan pada lafadz yang sama untuk dibaca dengan fersi qira’at yang
berbeda.
c.
Dapat
menunjukan makan aatau maksud yang tersembunyi dalam ayat-ayat tertentu.
d.
Dapat
menunjukan keaslian harakat suatu lafadz,
I.
Hukum
dan Kedudukan Rasm Utsmani
1.
Para
ulam ayan gmengakui rasm utsmani itu bersifat tauqifi berpendapat, wajib
mengikuti rasm utsmani dalam penulisan alquran dan tidak boleh menyalahinya.
2.
Sedangkan
para ulama yang menyatakan rasm utsmani itu buukan tauqifi tentu mereka membolehkan
penulisan alquran dengan selain rasm utsmani.
3.
Sebagian
ulama berpendapat, boleh dan bahkan wajib mengikuti rasm imlai dalam penulisan
alquran yang di peruntukan untuk orang yang awam.
J.
Ragam
Qirat dan Dampak Hukumnya
Dari segi transmisi
periwayatnya , rasm secara tertulis seangkan qira’at secar aoral oleh para
penghafal alquran. Sementara dari segi
kemunculanya rasm mengikuti qira’at dan bukan qira’at yang mengikuti
rasm.
BAB 10
TERJEMAH,TAFSIR, DAN TAKWIL
A.
TERJEMAH
AL-QURAN
Secara terminologi
dapat didefinisikan dengan, mengungkapkan sebuah makna perkataan dari bahasa
asal ke bahasa laian denga tetap memperhatikan semua makna dan maksud yang
terkandung dalam bahasa asalnya.
1.
Terjemah
harfiyah yang leterlek dan ketat, dimana bahasa penerjemahan sama persis
susunanya dan strukturnya dengan bahasa asal, letak kata perkata pun sama , jug
aushlubnya sama, keindahan balaghany juga sama.
2.
Terjemah
harfiyah yang meski letertek, tetapi lebih tergantung pada kemmapuan bahasa
sang penerjemah. Ini tidak di benarkan untuk menerjemahkan alquran.
3.
Terjemah
tafsiriyah, yakni menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain, dengan
memahami makna bahasa asal. Lalu mengungkapkanny akembali dalam bahasa
terjemahan.
B.
Tafsir
dan Takwil Alquran
ulama salaf
mendefinisikan takwil dengan menjelaskan makna suatu ayat atau kalimat yang ada
dalam alquran, sesuai dengan kaidah dasar dan berdasarkan penenlitian yang mendalam.
C.
Klasifikasi
Tafsir
1.
Tafsir
bi al-ma’tsur
Yaitu
penafsiran alquran dengan alquran, penafsiaran alquran dengan hadist nabi saw,
penafsiarang alquran dengan perkataan sahabat, dengan tabi’in.
2.
Tafsir
bi ar-ra’yi
Yaitu
upaya untuk memahami nash Al-Quran atas dasar ijtihad seorang ahli tafsir
(mufassir) yang memahami betul bahasa arab dari segaka sisinya, mengerti betul
lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti sya’ir – sya’ir arab sebagai dasar
pemaknaan, mengetahui betul asbabul nuzul, mengerti naskh dan mansukh di dalam
alquran dan menguasai juga ilmu –ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir.
3.
Tafsir
bi al-Isyarah
yaitu
menjelaskan ayat-ayat alquran dengan isyarat-isyarat batin yang terpancar dari
para sufi, pengikut terkaet atau orag yang bersih hatinya.
Sebagian
ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan tafsir ini. Kelompok yang
membolehkan memberikan syarat:
a.
Makna
batinya tiadak bertentangan dengan makna zahir alquran.
b.
Penafsiran
tidak mengklaim bahwa hanya penafsiran batinnya yang paling bnar.
c.
Penafsiranya
tidak jauh melenceng dari makna dasarnya.
d.
Hasil
penafsirannya tidak bertentangan dengan hukum syar’i maupun akal
e.
Hasil
penafsiranya didukung dengan dalil-dalil syar’i lainnya.
D.
Pro
Kontra Ulama Terhadap Tafsir bi ar-ra’yi
Sebagian ulama dan
mufassir menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menafsirkan sendiri ayat
Al-quran, meski ia dikatakan alim, mengerti bahasa dan sastra arab, banyak
menguasai dalil-dalil agama, mengerti nahwu, hadist nabi dan mengetahui atsar
para sahabat nabi.
Argumen kelompok
tafsir yang menolah bi ar-ra’yi mengemukakan:
1.
Tafsir
bi ar-ra’yi adalah menefsirkan atau berbicara mengenai firman allah Swt. Tanpa
ilmu.
2.
Yang
berhak menjeaskan alquran hanya nabi muhammad Saw., baik melaluii perbuatan,
perkataan atau penetapan dan sikap serta sifat beliau.
3.
Mendasarkan
pada hadis yang mengharamkan penafsiran alquran. Dengan akal.
4.
Mendasarkan
argumennya pada fakta bahwa para sahabat dan tabi’in sangat menghormati tafsir
al-quran dan menghindari penggunaan akal.
Sedangakan argumen
kelompok pendukung tafsir bi ar-ra’yi:
1.
Bahwa
Allah Swt. Sendiri dalam banyak di Al-Quran menganjurkan penggunaan akal, pemikiran,
perenungan, dan penelitian.
2.
Para
ulama pendukung mengatakan “seandainya tafsir bi ar-ra’yi tidak
diperbolehkan.”.
3.
para
sahabat nabi dalam menafsirkan alquran ada sedikit perbedaan.
4.
Para
ulama pendukung tafsir bi ar-ra’yi menguatkan pandanganya dengan mengemukakan
fakta bahwa nabi Muhammad saw.
E.
Macam-macam
Tafsir bi ar-ra’yi
Kelompok yang
berpegang pada tafsir bi al-manqul (bi al-ma’tsur) akan menafsirkan dengan
tidak melampauhi periwayatan yang ada. Sedangkan kelompok yang membolehkan
ra’yu atau ijtihad, hanya bagi mereka yang
memang benar-benar memiliki kapasitas dan mendalami tafsir.
1.
Tafsir
bi ar-ra’yi al-mahmud
Tafsir
bi-ar-rayi yang dianggap terpuji yaitu tafsir yang sesuai dengan tujuan pembuat
hukum (ALLAH)
2.
Tafsir
bi ar-ra’yi al-madzmum (tercela)
Dianggap
tercela apabila menafsirkan alquran menurut selera sendiri, disamping tidak
mengetahui kaidah bahasa dan hukum.
F.
Syarat
seorang Mufassir bi ar-ra’yi
1.
Harus
mengerahui hadist nabi baik dari sisi riwayah maupun dirayah.
2.
Harus
mengetahui bahasa arab.
3.
Harus
menguasai ilmu nahwu.
4.
Harus
menguasai ilmu sharaf
5.
Harus
mengetahui sumber pengamblan kata.
6.
Harus
mengetahui ilmu balaghah
7.
Harus
mengetahui ilmu qira’at.
8.
Harus
mengetahui ilmu ushluhudin
9.
Mengetahui
ilmu ushul fiqih
10.
Mengetahui
sebab turun ayat
11.
Mengetahui
kisah kisah di dalam alquran
12.
Mengetahui
naskh dan mansukh
13.
Mengamalkan
apa yang di ketahui.
G.
Kode
etika menafsirkan Al-Quran
1.
Seorang
mufassir harus mengetahui hukum-hukum allah mulai dari ibadah, muamalah, sunah
sunah, agar mampu meletakkan ayat-ayat yang mengatur hukum ini sesuai dengan
tempatnya.
2.
Harus
menjaga perkataan mufassir salaf dan khalaf.
3.
Harus
baik tabiatnya, cerdas pemahamannya, kuat pemikirannya.
4.
Harus
mengetahui pintu=pintu rahasia mulai dari ikhlas, tawakal, penyerahan diri,
mengetahui ilham dari allah dan mampu membedakan bisikan setan.
5.
Menyerahkan
urusanya pada Allah
6.
Memiliki
sifat zuhud dan cinta akhirat.
H.
Sumber
Tafsir bi ar-ra’yi
1.
Alquran
2.
Mengutip
dari rasulullah.
3.
Mengambil
dari penafsiran sahabat yang sahih
4.
Mendasarkan
pada bahasa arab.
5.
Tafsir
yang dihasilkan harus sesuai dengan makna dzahir kalam dan sesuai dengan
kekuatan hukumnya
I.
Masalah
yang harus di Hindarai Mufassir
1.
Membantah
penjelasan kalam Allah.
2.
Mendalami
sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah.
3.
Mengguanakan
hawa nafsu.
4.
Berpegang
pada madzhab yang menyimpang
5.
Menafsirkan
tanpa dalil.
J.
Manhaj
yang Digunakan oleh Mufassir bi ar-ra’yi
Berikut orientasi
tafsir bi ar-ra’yi dalam menafsirkan alquran tampak dalam fungsi seorang mufassir
dan cara kerjanya yang berorientasi unuk:
1.
Menyingkap
dan menampakan makna- makna yang logis yang terkandung dalam nash alquran
2.
Mengungkapkan
rahasia yang terdapat dalam Alquran sesuai kemampuan manusia.
3.
Mengungkapkan
maksud-maksud ayat dan orientasi – orientasinya
4.
Menampakan
kebesaran alquran.
Langkah mufassir bi
ar ra’yi nalam menafsirkan alquran:
1.
Tafsir
dilakukan sesuai dengan apa yan gdi tafsirkan
2.
Teliti
dan jeli dalam melihat makna.
3.
Teliti
dalam meliat apa yang tertulis dengan tema atau maksud yang diangkat.
4.
Teliti
dalam melihat persesuaian.
5.
Menyebutkan
asbabul nuzul ayat.
6.
Menganalisis
dan menjelaskan mufradat.
7.
Menghindari
penjelasan panjang bagi pengulangan-pengulangan didalam alquran.
8.
Melakukan
tarjih.
K.
Ketentuan
tafsir bi ar ra’yi
1.
Mengetahui
pertentangan antara tafsir bi ar ra’yi dan tafsir ma’tsur
Bentuk
pertentangan yang dapat terjadi:
a.
Aqly
dan naqli, sama sama bernilai pasti.
b.
Aqly
dan naqli, satu bernilai pasti dan yang satu tidak
c.
Aqly
dan naqli, sama sama bernilai tidak pasti.
2.
Mengetahui
segi segi pertentanagan antara ayat aklquran
3.
Mengetahui
pertentanagn antara ayat alquran dengan hadist
4.
Mengetahui
perbedaan dan pertentangan
5.
Mengetahui
muhim al-ikhtilaf
6.
Mengetahui
sebab sebab utama perbedaan
7.
Mengetahui
ilmu mubhamat (kata yang kurang jelas)
8.
Menjelaskan
makna tersirat alquran
L.
Wilayah
Ijtihad dalam tafsir bi ar ra’yi
yaitu kesungguhan
seorang mufassir dalam dalam memahami makna nash alquran. Wilayah ijtihad
mufassir bi ar-ra’yi dalam memahami nash
alquran, praktekny atercermin pada hal hal berikut:
1.
Lafadzh
(kata dalam bahasa arab) kadang maknanya jelas dan kadang juga tidak jelas.
2.
Kata
kata yang jelas (mubham)memiliki
beberapa tingkatan. Ada lafadzh mubham (tidak jelas), tetapi bisa dijelaskan
oleh seorang mufassir.
3.
Al-khafi,
yaitu lafadzh yang tingkat ketidak jelasannya paling sedikit, sehingga tidak
membebani mufassir untuk menjelaskannya.
4.
Musykil,
yaitu lafazh yang tingkat mubhamnya lebih banyak dari sebelumnya, lebih banyak
dari al-khafi.
5.
Ini
seperti bentuk al-musytarak (satu lafazh mengandung beberapa makna) adalah
salah satu bentuk lafazh al-musykil, yang membutuhkan penjelasan dan penetapan
satu makna saja dari dua atau lebih makna yang terkandung di dalamnya.
6.
Wilayah
ijtihad dalam upaya meletakkan atau memposisikan lafazh pada makna. Lafaz,
kadang bersifat umum dan kadang bersifat umum.
7.
Ketika
kita beralih pada dalalah al-alfazh terhadap makna. Kita ketahui bahwa dalalah
tidak selalu tampak didalam suatu ungkapan., sehingga tidak memerlukan ijtihad
untuk menemukanya, melainkan terkadang dalalah ini tampak dari isyarat yang ada
di dalam teks.
M.
Hubungan
Manhaj Ijtihad al-Aqly dengan Tafsir bi ar-Ra’yi
Sesungguhnya telah
jelas hubungan antara keduanya. Adapun dalil dalil yang mendukung kebolehan
ijtihad Aqly,:
1.
Banyak
ayat alquran yang mengajak ke arah kegiatan merenung, meneliti berfikir, dan
memahami AlQuran.
2.
Fakta
menyebutkan bahwa nabi muhammad Saw. Pernah mendoakan Abdullah bin Abbas,
dengan doa
“Ya
Allah berilah pemahaman pada bin abas dalam masalah agama dan ajarkanlah dia
menafsiran Alquran” dari doa itu bisa dipahami bahwa disampin tafsir dari apa
yang di dengar dan di nukil dari nabi, juga ada penafsiran yang bersumber
ijtihad mufassir.
Comments
Post a Comment